my daily routine as a working mom (0-12 month old baby edition)

During my baby’s first year, there really wasn’t that much change in my routine, except during my maternity leave (baby’s first 3 months). Breastmilk pumping-wise, it’s not so boosting because I skipped way too much suggested pumping schedule – especially during nighttime (I prefer sleeping than producing more milk 😛 thank God it’s sufficient until today). I’m an early riser who tend to get lazy at nights, so I always do my best to finish everything in the mornings – that’s why morning is very hectic for me.

0-1 month (confinement) – spent at mom’s

There really wasn’t that much to do, yet so hard to do. The big things to do during this first month are getting myself used to the post-maternity pain, new status as a ‘mom’, and baby’s nighttime feeding. Thanks to mom, I woke up every morning to find laundry (both mine and baby’s) is done, breakfast is ready and mom would have gone to sunbathe my baby in front of the house. I definitely didn’t have to do anything other than breastfeeding my baby. (I also didn’t pump.)

1-3 months – back home, still on maternity leave

Reality hit me really hard, even though thank God (should I be?) COVID-19 pandemic broke in that my husband worked from home during this time, so I didn’t have to be fully alone with baby. Since I was back home, I had to do the house works – I would wake up every morning to breastfeed my baby, do the laundry (baby’s, not mine), prepare for breakfast, bathe baby, then put him to sleep (oh how I miss those newborn days where he would spend most of the days sleeping). During his sleep, I would either browse through online shops/social media to find more about breastfeeding (this is around the time I found asiku.banyak on instagram – sometimes I regret to have found it only after I passed the 1st month) or watch series on Netflix. Sleep-poop-pee-breastfeed-repeat. No difference between daytime and nighttime. I still didn’t pump during this period. 😛

3-6 months – still home, but back to work (from home)

1 week before I was back to work, I decided to rent an electric breast pump (I only had the manual one, which makes noise during meetings, in addition to tired hands) in mamasewa (firsthand renter who finally bought the unit 😛 ). My mother in law would look after my baby during working hours, so I had to pump for supplies. It took only 3-4 weeks until my fridge’s freezer was full, and I rented another freezer in fluvvy freezer (enquired other companies, but only this one had available units). There’s not much difference in my routine – only that my husband and I would take our baby to my mil after I finished bathed him in the morning, I pumped during working hours, no more daytime Netflix, and picked our baby up in the evening.

6-12 months – baby eating solids

I’m never a good cook, but I promised myself to cook for my baby. Unlike breastfeeding, I prepared for this complimentary foods 1 month in advance – most useful source is the famous dokmet. It’s an upside down journey that I write another post dedicated to this eating thing (will be posted soon after this). However, not much change to my routine, except that I have to cook every 2-3 days, depending on my mood (sometimes I do it the night before, sometimes during lunch break, sometimes just on the day), and starting at 8.5 months old, feed my baby every morning. I continue pumping, but not as intense as before.

*Now and then when I feel exhausted, I would complain to my husband, saying that I want to have a helper, to the point where he would just hum to the complaint. LOL. It’s hard and tiring, but I still feel blessed that we’re all healthy and I get to spend more time with my baby. I know that this will not end anytime soon, so I will just enjoy the moment (while complaining to my husband. hahaha).

*My baby is also an early riser like me, so after he started solids, his feeding schedule is like this (schedule is flexible, depending on the time he sleeps and wakes up) (only lunch + snack from 6-8.5 months):

  • 5-6 am: about time he wakes up – breastfed right away from 6-8.5 mos
  • 7.30 – 8.00 am: breakfast
  • 09.00 am: milk + nap
  • 11.30 am – 12.00 pm: lunch
  • 1 pm: milk + nap
  • 3.00 – 3.30 pm: snack (fruit)
  • 5.30 – 6.00 pm: dinner
  • 7 pm (depending on the time he gets sleepy): milk

Note: I should give him 1 more portion of snack in the morning, but I just couldn’t find the best time to. Will definitely add 1x snack by the time he only naps 1x per day (by the time he’s 1 yo?).

[in Bahasa Indonesia] Episode 0: Wedding Preparation in Jakarta (What and How to Guides, by me)

Sampe sekitar 5-6 bulan sebelum hari H gw, banyak banget orang kantor yang bertanya-tanya kenapa gw keliatan santai dan ga ada panik-paniknya sama sekali buat persiapan hari H. Sebagian sih nyinyir karena dikiranya gw punya luxury buat bayar wedding planner full time, makanya gw ga repot. They had no idea that I had actually started preparing for my D-day way before they knew it. The fact is, gw mulai persiapan 14-15 bulan sebelum hari H, paused di 12 bulan sebelum, dan baru lanjut lagi 3 bulan sebelumnya. Buat yang masih bingung harus mulai dari mana, to start bisa cek wedding preparation checklist yang udah gw mention juga di Episode 1. Gw sendiri ga kaku terpaku pada itu; banyak hal yang gw selesaikan sebelum waktunya dan ada juga yang setelahnya.

Wedding Preparation Checklist dari DePuzzle

Sedikit tips dari gw buat yang baru mau mulai:

  • Start with an agreement with your significant other: when your wedding will be, what is your budget and who will pay for what, how to communicate between families, what to take into account and what not, and (if you’re located in Indonesia with diverse traditions to follow) what tradition will your wedding be. Kalo di Indonesia dan sesama orang Indonesia, penting banget tuh sepakat dulu sama pasangan, karena urusan nikahan itu sensitif banget. Soal tanggal dan adat aja bisa panjang omongannya. Tips penting soal komunikasi dengan keluarga yang gw dapet dari temen gw dan gw terapkan: keluarga gw ngomongan cuma sama gw, dan keluarga pasangan ngomongan cuma sama pasangan, begitu juga sebaliknya. Kalopun kejadian pas kebetulan ketemu saling ngobrol, ga usah kasi komentar panjang-panjang, dengerin dan senyumin aja.
  • Then, start from the biggest things and go down to the smaller ones – more details to be paid attention to when it’s closer to the day. Dalam kasus gw, jelas.. 12 bulan menjelang hari H, gw finalin semua yang gede-gede: venue, WO, dekor, catering. Sisanya baru 3 bulan sebelum. Tantangan terbesar kalo di Jakarta itu soal tempat, soalnya kalo tempat yang bagus itu jadi rebutan, mulai dari yang murah sampe yang mahal.
  • When choosing your vendors, stay within your budget. Harap diingat: Instagram (and any other social media) is not your guide. Jangan pernah ngebandingin apa yang bisa lu dapat dengan budget lu, dengan nikahan (misal) artis A atau influencer B. Sesuaikan ekspektasi dengan budget, maksimalkan apa yang bisa didapat dengan budget yang ada. (Guideline yang gw pake – kurang lebih pembagian budget-nya begini: https://www.brides.com/story/wedding-budget-guide-allocating-funds-staying-on-track)
  • Ask for recommendations from family and close friends – yang udah nikah ya maksudnyaaa..
  • Spend time to meet your vendors, at least once. Karena yang paling penting dalam urusan nikahan adalah service dari tiap vendor. Kalo dari awal aja impression-nya udah kurang bagus, ngapain dilanjutin? Yang ada malah nanti makan hati dan makin panik menjelang hari H. Penilaian soal vendor ini definitely bakal subjektif, tapi kan emang namanya orang ketemu orang lain pasti kesannya beda-beda dan cocok-cocokan.
  • Wedding Organizer forms an important part of your big day. Kalau ga ada budget untuk WO, minimal pastikan ada panitia yang bisa dipercaya pas hari H. In my case, saking rempongnya, pas hari H gw udah ga sempet lagi mikirin dan ngeliatin detail satu per satu (I can’t even remember clearly the decor if not through photographs), jadi bener-bener pasrahin semuanya ke WO dan keluarga yang ditunjuk jadi PIC. Kalo WO-nya berantakan dan dari awal keliatan serampangan dan ga well organized padahal lu orangnya organized banget, ga usah dipilih, daripada bikin sakit kepala di hari H.
  • Jangan pernah berharap bisa balik modal dari angpau nikahan, karena itu hanya harapan kosong belaka, kecuali yang lu undang bos-bos besar semua. But then again, kalau emang yang diundang bos-bos besar, ga mungkin juga biaya pernikahannya biasa-biasa aja. Intinya, siapkan budget nikahan sebaik-baiknya sesuai kemampuan dan gausa berharap duitnya bakal balik.
  • SABAR. Berantem adalah sebuah keniscayaan, sekalem apapun calon pasangan lu. Terutama mendekati hari H, pas masing-masing sama-sama dapat tekanan tinggi dari keluarga terutama ortu dan pasangan juga sindrom melepas masa lajang. Kalo diitung-itung, berantemnya gw selama 2 tahun pacaran sama suami gw dibandingin 3 bulan menjelang hari H itu, lebih banyak di 3 bulan menjelang hari H.
  • Sempetin me time di tengah-tengah kesibukan nyiapin wedding. Biar tetep waras.

Good luck preparation!

 

[in Bahasa Indonesia] Wedding Preparation Bonus Episode: Perjanjian Pranikah

Kalimat terakhir gw di post Episode 3.5 nyebut-nyebut soal perjanjian pranikah. Mungkin banyak yang bertanya-tanya perjanjian pranikah itu sebenarnya apa.

Gw sendiri ngenal istilah perjanjian pranikah gara-gara nonton film barat (prenuptial agreement alias prenup), dan ga pernah kerajinan nyari tau sampe akhirnya gw sendiri mau nikah. Untungnya gw punya penasehat hukum yang terpercaya (somse) jadi ada tempat nanya-nanya. Gw sendiri kurang paham perjanjian pranikah ini applicable buat semua golongan di Indonesia apa nggak.

Image result for prenuptial agreement

Sesuai namanya, perjanjian pranikah adalah perjanjian yang dibuat cowo dan cewe sebelum nikah. Inti perjanjiannya adalah harta yang dipunyai sebelum dan setelah nikah, selain yang memang disepakati akan jadi milik bersama, tetap dimiliki masing-masing pihak (pisah harta), dan ini berlaku juga buat seluruh hutang yang ada. Beberapa pasangan ada yang menambahkan juga pasal di perjanjiannya mengenai pembagian harta gono-gini dan hak asuh anak seandainya mereka cerai.

Dalam kondisi pernikahan normal tanpa perjanjian pisah harta, harta dan hutang pasangan suami istri dihitung gabung jadi 1, dan seandainya mereka cerai pun, akan ada lagi pembicaraan harta gono gini yang biasanya berujung salah satu pihak merasa dirugikan.

Gw bisa bilang, pisah harta (dan hutang) ini akan sangat membantu kalo misalkan salah satu pasangan ada yang buka perusahaan atau kerja resiko tinggi. Katakan (amit-amit) tengah jalan perusahaannya bangkrut dan terlibat banyak hutang, dan pasangannya masih setia mendampingi, rumah tangga mereka aman karena pengadilan ga akan berhak ngubek-ngubek harta pasangannya. (Kalau soal perilaku menyimpang yang berpotensi bikin cerai sih harusnya udah dideteksi dari awal ya, ga usah dinikahin aja kalo ada mah..)

Kalo orang-orang kolot mungkin bakal banyak yang nanya: jadi dari awal nikah udah siap-siap buat cerai sampe harus bikin perjanjian pranikah segala? Jawaban gw adalah: nggak. Perjanjian ini bukan buat persiapan cerai, tentu aja. Siapa juga yang mau nikah kalau tujuannya buat cerai. Tapi perjanjian ini melindungi hak dan kewajiban masing-masing pihak ke pasangannya.

Untuk melegalkan perjanjian pranikah ini, dokumen harus ditandatangani di depan notaris, dengan 2 orang saksi. Plus, jangan sampe kelupaan juga buat mendaftarkan ke dinas catatan sipil sebelum penandatanganan akta nikah.

[in Bahasa Indonesia] Wedding Preparation Final Episode: My Wedding Day

Satu hal yang gw inget banget pas technical meeting dibilangin sama WO gw adalah: pokoknya pas hari H kalian tenang aja, kita udah bikinin rundown-nya, jadi kalian ikutin aja ga usah mikir macem-macem. Pas itu, yang di kepala gw adalah: gw takut acara ga berjalan sesuai rencana.

Kenyataannya, pas hari H yang terjadi adalah (saran gw: buat smua calon pengantin, even WO nya ga se-proaktif WO gw, bener-bener gunakan technical meeting sebagai ajang untuk memperjelas semua detail terkecil hari H dengan semua vendor yang terlibat, karena pas hari H udah ga ada waktu lagi buat mikirin apapun):

Jam 2.30 gw di-morning call-in sama both front desk hotel (atas request WO) dan WO gw. Begitu bangun langsung sambil stengah sadar (karena gw cuma tidur 3 jam) siap-siap.

Jam 3 teng MUA gw dan timnya dateng (thank you Vidi for being punctual!). Berhubung kamar gw yang dipake untuk make up (gw tidur sama nyokap biar ade gw dapet ‘bonus’ tidur 2 jam, karena jadwal make up dia baru start jam 5), jadi timnya butuh waktu sekitar 30 menit lagi untuk nyulap tu kamar jadi ruangan make up. (Termasuk manggilin housekeeping buat tambahan kursi.)

Jam 6.30 akhirnya selesai make up gw (nyokap-nyokap udah selesai duluan), trus ga sempet ba-bi-bu lagi (karena sebenernya udah telat dari rundown) langsung autopilot aja ngikutin arahan WO buat take foto dan video plus pake gaun pengantin.

Itu perasaan udah pagi bener siapnya, tapi eh tapi.. ujung-ujungnya baru nyampe gereja jam 9.40 juga. Pemberkatan gw jam 10.

Meski sempet tergagap-gagap pas ngucapin janji pernikahan (padahal beberapa menit sebelumnya masih hafal), akhirnya berasa legaaaaaaa banget pas misa bubaran. Well, ga selega itu sih karenaaa.. baju pengantin gw ketat banget sodara-sodari! Napas aja engap. *ngakak sendiri kalo inget lagi* Alhasil begitu naik mobil, gw langsung mengerahkan tim WO untuk ngebantuin gw longgarin baju. Baru deh bisa makan abis itu.

Abis itu tidur-tiduran bentar (mana bisa tidur dengan kondisi rambut dan make up masih cetar ya kan.. terutama karena bajunya masih dipake – ternyata adat gw adalah (nyokap baru ngasitau H-1) ga boleh lepas-pasang baju pengantin, jadi terpaksa gw ga lepas tu baju seharian), retouch make up, dan tau-tau (autopilot lagi) udah saatnya tea pai, catatan sipil, makan, dan resepsi. Pas akhirnya selesai resepsi (baju, rambut dan soft lens udah dilepasin sebelum cabut dari gedung yayyy), udah ga ngerasain lagi badan kaya apa. Bener-bener dari ujung kepala sampe ujung kaki rasanya lelah. Thank God akhirnya berlalu dan lancar juga berkat WO yang bisa diandalkan. 😀

Jadi urutan hari H gw adalah (ini kayanya lumayan common untuk Chinese Indonesian):

  1. Persiapan pengantin dengan orangtua masing-masing (pengantin pria dipakein jas, pengantin wanita dipakein veil – konon kalo di gw, abis veil dipakein sama ortu ga bole dibuka-pasang lagi – terus ada acara makan onde sama ortu biar lengket terus, atau ada juga yang makan misoa + telur)
  2. Pengantin cowo jemput pengantin cewe di rumah ortu cewe (pas masuk kamar cewe, pengantin cowo ga boleh menghadap langsung ke arah pengantin cewe, jadi dituntun sama ortu cewe membelakangi si pengantin cewe gitu)
  3. Pengantin cewe dan cowo bareng-bareng balik ke rumah ortu cowo (setelah ini, pengantin cewe ga balik lagi ke rumah ortunya sampe pas hari ke-3 abis married – cek Episode 4.5)
  4. Pemberkatan di gereja (atau di vihara, kalau pengantin Buddhist) (ini ngikutin tata cara yang ada aja sih.. biasanya udah baku. Dalam case gw, di gereja Katolik udah ada template tata cara/buku panduan yang tinggal diikutin aja. PR masing-masing calon pengantin cuma milih lagu dan bacaan aja. Plus nyari lektor/lektris untuk bacaan, MC untuk kata sambutan dan kata penutup, misdinar/putra altar kalo dari gereja belum nyediain, koor, dan petugas persembahan.)
  5. Tea Pai (upacara minum teh ala Chinese) (berhubung yang ini kami ga ngerti tata caranya kaya gimana, jadi ngikutin aja arahan WO. Intinya sih dimulai dari ortu cowo, kakek-nenek cowo kalo masih ada, lanjut ke om tantenya, dimulai dari saudara bokapnya cowo yang paling tua sampe ke saudara nyokapnya yang paling muda, lanjut ke ortu cewe, kakek-nenek cewe kalo masih ada, lanjut ke om tante dari bokapnya cewe yang paling tua sampe saudara nyokapnya cewe yang paling muda. Pas giliran pai ke keluarga cowo, pengantin cewe yang hidangin teh, trus nanti tetua kasih perhiasan atau angpau untuk hadiah pengantin baru, dan di beberapa adat, pengantin cewe kasi balasan berupa 1 pasang handuk kecil. Bgitu juga sebaliknya, pengantin cowo hidangin teh untuk keluarga pengantin cewe.)
  6. Catatan sipil (berhubung sekarang petugas capil ga boleh lagi dipanggil ke gereja dan kebetulan ada kenalan petugasnya, jadi kami panggil petugas capil dateng ke gedung resepsi untuk tanda tangan dokumen biar ga ribet lagi ngurusin ke kantor capil. Singkat aja, ga sampe 30 menit prosesinya. Cuma verifikasi data suami-istri dan 2 orang saksi oleh petugas capil, trus tanda tangan akta, udah deh.)
  7. Gladi resik + foto-foto keluarga (sempet rush banget pas mau gladi resik, karena awalnya ga memperhitungkan ada capil abis tea pai. Tp untung akhirnya smua bisa selesai termasuk foto-foto keluarga sebelum jam 18.30. Target achieved karena dari awal udah dipesenin sama om tante buat foto di awal aja pas masih fresh, biar kalo ada yang udah kecapean bisa pulang duluan juga.)
  8. Early dinner (skalian ngumpet dari tamu yang mulai berdatangan)
  9. Resepsi (awalnya gw yang males ribet ini bilang ke WO ga mau mingle, tapi waktu itu WO gw insist untuk tetep adain. Akhirnya ga nyesel sih, karena emang bener, kesempatan buat nyapa-nyapa dan foto-foto bareng jadi nambah banget. Singkat cerita, urutan resepsi gw standar aja: prosesi masuk, speech pengantin pria, potong ‘kue’ dan suap-suapin kue ke ortu, wedding toast, doa sebelum makan, salam-salaman, mingle, trus foto bersama deh.)

All the best buat calon pengantin di luar sana! 🙂

[in Bahasa Indonesia] Episode 5: Wedding Preparation in Jakarta (0-1 month before)

Time is approaching.. dan gue super panik karena ternyata… banyak banget detail printilan yang harus diurusin. Not to mention gue harus ngurusin ngisi apartment dan pindahan. Guilty as I am, banyak PR yang ke-pending dari Episode 4.

  • Finalize Decoration (Church): koordinasi cuma dilakukan via WhatsApp aja dengan seksi dekorasi gereja.
  • Finalize Decoration (Reception): koordinasi cuma dilakukan via WhatsApp (vendor kirim gambar desain, trus dikomentarin, revisi, sampe akhirnya acc)
  • Finalize Wedding Bouquet: akhirnya disempetin ketemu sama Bu Atrina di H-10 sebelum TM, demiii dapet buket yang bagus. Dan ternyata emang bagus buangeeeeeettt, sesuai keinginan. 😀
  • Fitting Wedding Gown: fitting terakhir gw lakukan 3 minggu sebelum hari H, untuk finalisasi teknis pelaksanaan hari H (apa aja yang perlu dibawain, kapan pengambilan, asisten buat bantuin pake baju ke mana jam berapa).
  • Final Fitting Groom’s Tux: dan you know what?? Jasnya laki gw akhirnya baru diantar ke hotel malam sebelum hari H.. (can you imagine how panicked I was??)
  • Final Fitting Mothers’ and Sisters’ Gowns: (despite all plans to do this as early as possible) H-3
  • Finalize Lunch Box (Church): jauh-jauh hari udah DP ke satu vendor, tapi karena si vendor ga responsif, akhirnya last minute gw memutuskan buat ganti vendor (Nasi Kotak Kotak), dan baru dibayar lunasin H-3. So not me, but that’s the truth.
  • Booking Accommodations for Family Members: only applicable to my husband – dan gw serahkan ini ke dia, karena gw udah kepusingan mikirin yang lain
  • Sending Out Invitations: langsung gw lakukan begitu selesai sangjit (karena emang secara adat baru boleh bagi undangan setelah itu)
  • Preparing Tea Ceremony Souvenirs: belanja-belanja (online) gw lakukan dari 1 bulan sebelum hari H. Niatnya pengen nyiapin sendiri, tapi ujung-ujungnya jadi minta tolong WO aja.
  • Ensuring Invitations are Received and Souvenirs are Delivered: ngikutin cara laki gw: WhatsApp-in lagi undangannya ke tiap orang yang diundang. Dan thank God vendor souvenir gw super reliable – H-2 minggu souvenirnya udah sampe semua (ke kantor WO), dalam kondisi sudah dipasangin thank you card. 🙂
  • Technical Meeting with All Vendors: berhubung TM cuma bisa dilakukan pas hari kerja, akhirnya baru terlaksana H-10 gara-gara gw lagi hectic banget di kantor. Lika-liku wedding preparation orang kantoran.
  • Reminder all PIC (Family): untungnya gw terlahir di keluarga besar yang udah biasa diberdayakan untuk saling bantu.. jadi smua spupu yang tugas udah sigap. Malah beberapa kali mereka yang inisiatif nanya duluan soal tugas masing-masing.
  • Put A Trust to Your Wedding Organizer: again gw mau bilang gw ga salah pilih WO. Super organized, super sigap dan very helpful. Thanks DePuzzle! 🙂
  • Relaxing, Having a SPA treatment: pengantin yang satu ini terlalu sibuk ngantor sampe ga kepikir buat booking any kind of treatment. Akhirnya last minute gw sempet-sempetin facial di Felize (http://www.instagram.com/felize.beautybar), yang gw pilih karena di sana bisa facial tanpa bikin muka gw yang sensitif ini bengkak merah-merah, dan H-1 gw sempet-sempetin gel meni-pedi di The Nail Shop (tanpa reservasi! untung masih dapet slot), naik ojek pula pp. Hahaha..

That’s it. Sampe H-1 masih kerasa hectic banget sampe akhirnya gw memutuskan buat matiin HP kantor dan ga nyalain laptop sama sekali.

[in Bahasa Indonesia] Episode 3.5: Persiapan Dokumen untuk Gereja dan Catatan Sipil

Tadinya gue ga merasa perlu buat bikin episode drama yang satu ini, tapi setelah ngejalanin sendiri selama 1 bulan terakhir, disertai drama-drama rentetan berupa gue kena insom gara-gara pusing mikirinnya, terpaksa lah gue bikin post ini. (Katanya sih) harus keep a diary to ourselves buat ngurangin stress persiapan pernikahan (in my case diary-nya in the end gue share ke pembaca blog gue yang jumlahnya cuma seiprit).

Dari sini, gue cuma mau bilang, Indonesia ini bener-bener ribet banget kalo urusan administrasi kependudukan.

Gue dan calon suami gue itu beda agama, dan dari awal pacaran emang kami udah sepakat, bahwa kami akan jalan dengan agama kami masing-masing. Sejauh pacaran dan persiapan nikah, terbukti perbedaan agama itu ga berdampak negatif ke kami. Gue fine-fine aja kalo harus nemenin dia ke kelenteng (gue Katolik, calon suami Budha), dan dia juga oke-oke aja nemenin gue misa di gereja. Juga setelah mencari tahu, ternyata di agama Katolik bisa dilakukan pemberkatan pernikahan meski beda agama (dengan dispensasi Uskup), dan setelah pemberkatan bisa manggil petugas catatan sipil sekalian untuk pengesahan, asalkan minimal salah satu calon pengantin berdomisili di Jakarta.

Untuk pernikahan secara agama, kami tidak ada masalah. Sesuai kesepakatan awal, pernikahan kami akan diberkati dan dicatat dengan cara Katolik. Ikutlah kami pembekalan persiapan perkawinan (dulu namanya Kursus Persiapan Perkawinan/KPP, sekarang Membangun Rumah Tangga/MRT), penyelidikan kanonik, dan permohonan dispensasi ke Uskup. Termasuk di dalamnya penandatanganan surat perjanjian pihak Katolik bahwa anak-anak hasil pernikahan ini nantinya akan dibaptis dan dididik secara Katolik (ini juga sudah kami sepakati saat mulai persiapan pernikahan).

Selesai MRT, barulah kami bergerak mengurus segala tetek bengek dokumen yang sangat merepotkan. Eng ing eng.. ternyata catatan sipil baru mengeluarkan aturan baru bahwa pernikahan beda agama dilarang, jadi ga bisa lagi petugas catatan sipil datang ke gereja setelah pemberkatan kalau pasangan tersebut beda agama. Langsung stress lah gue. (Maklum, gue paling ga suka ngurus yang ribet-ribet kaya begini.) Yang paling menyebalkan dari urusan kenegaraan ini adalah peraturannya berubah-ubah terus dan ga ada sumber yang bisa dipercaya. Sumber A bisa bilang A, tapi tau-tau nanti untuk kasus yang sama, sumber B bilang B. Trus antara kelurahan sama dinas kependudukan sendiri sering ga satu suara.

Akhirnya daripada stress denger omongan dari sana-sini, nyokap mengusulkan buat gue datengin langsung aja kantor catatan sipil. Dianter bonyok (udah macam mau daftar sekolah, tapi gapapa lah), pergilah gue ke kantor catatan sipil DKI Jakarta yang di Jl. S. Parman (seberangnya Central Park). Misinya cuma mencaritau apakah pernikahan beda agama dilarang, dan dokumen apa aja yang sebenernya dibutuhkan buat ngurus catatan sipil (karena sesungguhnya dokumen itu berubah terus). Dikasitau lah sama petugas catatan sipil bahwa catatan sipil ga peduli soal beda agama (meski katanya: pada prinsipnya kan semua agama ga memperbolehkan pernikahan beda agama), kita cukup bawa sertifikat/surat pemberkatan perkawinan dari salah satu agama, dan untuk WNI, pendaftaran catatan sipilnya cuma bisa dilakukan di dinas kependudukan dan catatan sipil (disdukcapil) tingkat kotamadya sesuai domisili salah satu pasangan. (Di disdukcapil DKI itu hanya melayani pencatatan perkawinan untuk kawin campur WNI-WNA aja.)

Part 1: Dokumen Gereja

Dokumen untuk gereja ini sebenernya cukup simple dan jelas. Setelah selesai MRT, kita tinggal dateng ke sekretariat paroki untuk minta checklist dan form-form lainnya untuk dilengkapi. Pas gue ngurus dokumennya nih (Agustus 2018), syarat-syaratnya:

  • Surat pengantar ketua lingkungan (kalau salah satu non Katolik, cukup dari calon yang Katolik)
  • Surat baptis yang sudah diperbarui dalam 6 bulan terakhir, asli (ini juga khusus untuk calon yang Katolik dan Kristen)
  • Copy Kartu Keluarga Katolik (bagi calon yang beragama Katolik)
  • Copy KTP kedua calon pengantin yang masih berlaku
  • 3 lembar pasfoto 4 x 6 cm berdampingan
  • Form data saksi perkawinan di gereja yang sudah dilengkapi (ditandatangani oleh kedua saksi dan dilampirkan copy KTP dan copy surat baptis kedua saksi)

Setelah dokumennya lengkap, langsung diserahkan ke sekretariat paroki. Berikutnya, sekretariat akan langsung menghubungi pastor yang bertanggung jawab untuk pemberkatan perkawinan untuk menjadwal kanonik (dalam kasus gue, gue dikasih nomor HP si pastor untuk menjadwal kanonik langsung ke pastor yang bersangkutan). Berhubung calon suami gue non Katolik, ada tambahan yang harus dibawa saat kanonik untuk pengajuan dispensasi ke Uskup:

  • 2 orang saksi untuk calon non Katolik, syaratnya: bukan keluarga langsung (boleh om/tante atau sepupu) dan mengenal calon dengan baik dan mendalam
  • Copy KTP kedua saksi

Part 2: Dokumen Catatan Sipil

Setelah drama lurahnya calon suami gue ga mau bikinin surat keterangan karena kami beda agama, kami sempet banget selama 1 hari itu putus asa banget, sampe udah ngecek syarat catatan sipil di Singapore untuk jadi option (gampang ternyata, cukup bawa passport ke Registry of Marriage/ROM alias Dinas Catatan Sipil di sana, bayar S$380, trus akta nikahnya dilaporin ke KBRI untuk kemudian dikeluarkan surat pengantar buat balik ke Indonesia). Untungnya nyokap gue cukup berkepala dingin menghadapi ini (padahal biasanya dia juga drama), dan gue tetep ngumpulin syarat-syarat buat lapor ke (urutannya) RT-RW-Lurah-Camat:

  • Surat Pernyataan yang ditandatangani gue dan kedua ortu gue, menyatakan status terakhir gue (kalo cewe pilihannya perawan/janda – OMG *tepok jidat)
  • 3x copy KTP bolak balik (konon kalo ga bolak balik bisa ditolak sama Lurah, padahal baliknya kan sama aja ya semua KTP)
  • 3x copy KK bolak balik (juga)
  • 2x copy KTP ortu bolak balik (juga)
  • Copy Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan Pranikah yang dikeluarin sama Puskesmas (Ini sempet lumayan bikin gue kesel abis, karena gue udah premarital check up sendiri, dan ngerepotin banget harus nyisihin waktu buat ke puskesmas segala. Akhirnya dengan semangat 45 gue pun membawa hasil check up gue ke Puskesmas, dan cuma dibilangin bahwa mereka bisa keluarin surat keterangan kalau pemeriksaannya dilakukan dalam 30 hari terakhir. Yaudah, gue akhirnya diambil darah untuk dites lab 3 hal dasar aja: HIV, HBsAg, dan Sipilis, plus disuntik vaksin tetanus. Untungnya hasil labnya keluar hanya dalam waktu 1 jam saja, jadi ga perlu bolak balik ke sana. Dan proses ini GRATIS yaa alias ga bayar sepeserpun.) Oia, di puskesmasnya calon suami gue di daerah Jakarta Utara, yang didapat adalah “Sertifikat Layak Kawin”, bukan surat keterangan kaya gue. Hmmm.. when I told Tata about this, she laughed so hard saying that it makes him sound like a cow. Di satu sisi, peraturan baru untuk cek kesehatan pranikah ini ada bagusnya, tujuannya biar orang lebih aware sama kondisi kesehatan masing-masing sebelum nikah, tapi di sisi lain, (alasan kenapa gue premarital check up-nya buru-buru) kalau emang serius, dokter menyarankan pemeriksaan kesehatan dilakukan > 6 bulan sebelum hari pernikahan, biar kalau (amit-amit) kenapa-napa masih sempet diobatin dulu. Kalau dijadiin syarat surat pengantar kan otomatis orang baru akan ngetes paling cepet 3-4 bulan sebelum hari H.

Setelah semua dokumen itu masuk, tergantung availability masing-masing RT, RW dan Lurah, dokumen ini bakal balik ke kita:

  • Surat keterangan model PM1 (pengantar untuk mengurus akta pernikahan di catatan sipil), sudah ditandatangani Lurah, dibalikin ke kita untuk ditandatangani, baru selanjutnya setelah itu dibalikin untuk ditandatangani Camat
  • Surat keterangan untuk nikah model N-1 (ini menegaskan status yang kita tulis di Surat Pernyataan yang disiapkan di awal)
  • Surat keterangan asal usul model N-2 (menyatakan bahwa calon yang bersangkutan adalah anak dari ayah dan ibunya)
  • Surat keterangan orang tua model N4 (kebalikan N2, yang ini menyatakan bahwa ayah dan ibu adalah benar orangtua dari calon)
  • Masing-masing 1 copy KTP dan KK yang sudah dilegalisir oleh Lurah

Setelah surat-surat tersebut diterima dari Kelurahan kedua calon pengantin, barulah diurus ke disdukcapil dengan tambahan:

  • Surat Pemberkatan Agama (bisa disusulkan setelah pemberkatan dilakukan)
  • Copy Akta Kelahiran kedua calon
  • Copy Surat Baptis (bagi yang beragama Kristen/Katolik)
  • 4 lembar pasfoto 4 x 6 cm berdampingan
  • Copy KTP kedua ortu
  • Copy KTP 2 orang saksi
  • Surat kuasa bermaterai 6000 rupiah (jika dikuasakan)
  • Copy surat ganti nama (jika ada)
  • Copy Akta Perceraian/Akta Kematian (jika pernah menikah sebelumnya)

Setelah semua lengkap, akan ditanya apakah kita mau pisah harta atau tidak. By default, harta suami istri akan digabung. Kalau mau pisah harta, maka untuk dicatat di capil dan memiliki kekuatan hukum harus disertai:

  • Akta notariil pisah harta (atau lebih dikenal dengan perjanjian pranikah – harus yang dikeluarkan oleh notaris)

[in Bahasa Indonesia] Episode 3: Wedding Preparation in Jakarta (3-6 months before)

Thank God kami ternyata ga salah pilih WO, karena meski kami ga “beli” jasa wedding planner dari si WO, even ga upgrade paket jadi sama si co-founder/cici WO yang udah lumayan ngehits di kalangan vendor wedding untuk hari H, tapi mereka masih bertanggung jawab untuk ngajak meeting periodically buat nginget-ngingetin apa aja yang udah ready dan udah harus ready by next meeting. Jadi apparently wedding preparation checklist itu udah nempel di kepala si WO, dan pas banget 6 bulan sebelum hari H, dia ngajak meeting dan ngingetin apa aja yang harus ready dalam 3 bulan ke depan.

Here we go again.. the list continues:

  • Undangan: (seharusnya di 6-9 bulan sebelum) Inti Prima Karya (http://www.primacard.id/ / http://www.instagram.com/primacard) (Setelah sebelumnya shock karena semua vendor undangan rekomendasi ternyata harganya mahal banget untuk cetak undangan gue yang notabene di bawah minimum sebagian besar vendor dan sempet pengen nyari-nyari di Pasar Tebet, akhirnya dengan berat hati kami memutuskan buat pasrah naikin budget, daripada mempertaruhkan kualitas undangan dan buang-buang waktu buat bener-bener ngecek satu per satu undangan tercetak. Minta rekomendasi dari beberapa orang dan akhirnya PrimaCard ini yang terpilih – rekomendasi dari Devi yang suaminya banyak kenal sama orang percetakan.)
  • Dokumen untuk gereja dan catatan sipil: (seharusnya di 6-9 bulan sebelum tapi pas itu gue merasa masih kejauhan untuk dipikirin) (Ternyata oh ternyata, yang namanya ngurus surat-surat di negara tercinta Indonesia ini memang ga mungkin simple. Dramanya sampe gue bikinin episode sendiri. Fiuuuhh.. Untuk dokumen gereja sih relatif lebih simple lah, cuma harus rela repot bolak balik ke sekretariat gereja aja buat minta dan masukin form ini-itu.)
  • Jahit Gaun 2 Mama dan Adik-adik Cewe: Atelier de Mariee (http://www.instagram.com/atelierdemariee) (Dari semua proses persiapan, menurut gue ini yang paling ribet karena ngelibatin nyokap-nyokap. Untungnya di detik-detik trakhir akhirnya nemu vendor ini dari rekomendasi temennya nyokap dan nyokap langsung cocok, setelah ada drama di vendor sebelumnya.)
  • Jahit Jas Papa: A Tham (https://athamtailor.com/) (Yang ini dramanya cuma “maksa” bokap buat mau jahit jas baru, tapi untuk pilih vendornya ga ada masalah macem-macem.)
  • Wedding Cake: include di venue (done)
  • Wedding Car: include di venue (done)
  • Wedding Souvenir: done di range 9-12 bulan sebelumnya
  • Photobooth: ga pake
  • Rundown Schedule: done by WO pas meeting persis H-6 bulan.
  • Wedding Shoes: beli jadi di ITC yang penting enak dipake (maklum pengantinnya males ribet. Toh ga keliatan juga kan sepatunya di dalem wedding gown. Fingers crossed semoga ga lecet pas hari H.)
  • Fitting Wedding Gown: ini di-skip berhubung gue sewa gaun yang udah ready.
  • Jahit Jas Pengantin Pria: done di 6-9 bulan sebelum
  • Honeymoon: done di 6-9 bulan sebelum
  • Wedding Bouquet: Atrina Soendoro (http://www.instagram.com/atrinasoendoro) (Ini adalah vendor buket yang highly recommended by WO gue, dan setelah coba kontak 3 vendor, akhirnya gue pun jatuh cinta sama Bu Atrina. Bukan cuma karena buketnya yang bagus-bagus dan sistem single price for all kind of flowers, tapi juga karena keramahan dan kesigapan jawab WA.)

[In Bahasa Indonesia] Episode 2.5: Premarital Check Up

Mengenai premarital check up ini, banyak sekali pendapat berseliweran di sekitar saya. Nyokap tentunya bilang ga perlu (terutama karena pas jaman doi nikah, belum musim ada ginian), adik gue yang apoteker bilang ‘it’s nice to have, but not mandatory‘, sementara temen baik gue yang dokter bilang ‘penting tuh, biar kalo ternyata ada penyakit masih sempet diobatin dulu’.

Setelah memantapkan tekad (dan ngitung duit), disertai parno setelah denger cerita orang-orang, akhirnya gue dan pasangan memutuskan buat melakukan premarital check up. Ohya, tambahan informasi dari temen gue yang dokter itu, premarital check up idealnya dilakukan lebih dari 6 bulan sebelum hari H, karena sebagian besar ‘temuan’ yang mungkin bakal mengganggu kehamilan, misal virus Rubella (campak), pengobatannya memakan waktu 6 bulan. Dan kalo memang calon pengantin cewe ada virus Rubella-nya, sangat dianjurkan buat diobati sebelum hamil, karena keberadaan virus itu bisa mengakibatkan keguguran atau si bayi lahir cacat (amit-amit kan..).

Jaman sekarang kayanya emang premarital check up ini ngetren, karena hampir semua rumah sakit dan lab klinik menyediakan paket premarital check up. Yang membedakan tentu aja paket yang ditawarkan dan harganya. Oia, sebelum gue nanya-nanya ke pihak RS, gue nanya dulu ke adik gue, tes apa aja yang wajib ada, dan ini list dari dia (gue ga tau gimana cara bikin list urut 1-4, but you know what I mean, don’t you?):

  1. Tes penyakit menular yang disebabkan oleh virus (cewe dan cowo):
  • VDRL/RPR
  • TPHA
  • HbsAg, anti Hbs
  • anti HCV
  • anti HSV 1 dan 2 IGM
  • anti toxoplasma IGG
  • anti rubella IGG
  • anti CMV IGG
     Note: IGM menunjukkan lu belum lama ini terinfeksi virus tsb; IGG       menunjukkan lu punya antibodi ga terhadap virus-virus itu.
  1. USG ObGyn (cewe) / analisa sperma (cowo)
  2. Tes darah (golongan darah dan Rhesus) (cewe dan cowo)
  3. Tes genetik (carrier hemofilia, sickle cell, thallasemia) (cewe dan cowo)

Berhubung gue males repot dan paket yang ditawarkan di RS lebih lengkap daripada di lab klinik (tentunya lebih mahal juga sih), jadi gue cuma nanya ke 2 rumah sakit yang letaknya deket rumah gue (‘langganan’, meski gue jarang banget ke RS):

  1. RS Pondok Indah Puri Indah (http://www.rspondokindah.co.id/id/our-hospital/2/rs-pondok-indah—puri-indah) – gue kontak CS-nya melalui email dan amazingly email gue dibales hanya dalam waktu 6 menit saja, saudara-saudari!! 😀RSPI
  2. RS Siloam Kebon Jeruk (https://siloamhospitals.com/our-hospitals/read/siloam-hospitals-kebon-jeruk.html) – yang ini lebih fleksibel karena ada paket-paket dan optional item yang bisa ditambahin misal kita ga mau ambil paket yang paling lengkapnya.

siloam1siloam2

Seperti yang udah gue mention di post satunya, akhirnya gue pilih di Siloam untuk premarital check up ini, karena masalah budget dan fleksibilitas paket. Oia harga yang tercantum di sini adalah harga 2018, jadi sebaiknya kalo mau nyari, nanya lagi aja karena keliatannya tiap RS ada penyesuaian harga tiap tahun. Dan ini syarat sebelum check up (sama untuk kedua RS):

Khusus untuk paket pre marital, persiapannya untuk laki-laki karena ada pemeriksaan sperma dianjurkan untuk puasa tidak mengeluarkan sperma minimal 3 hari maksimal 5 hari, tidak perlu puasa makan dan minum, untuk wanita dianjurkan sedang tidak menstruasi atau paling baik hari terakhir menstruasi ditambah 5-7 hari karena ada pemeriksaan USG Kandungan.

Semoga membantu. 🙂

[in Bahasa Indonesia] Episode 2: Wedding Preparation in Jakarta (6-9 months before)

Gue tetep pake checklist sebagai referensi, dengan beberapa hal gue kerjain in advance berhubung ternyata calon-calon penganten lain lebih kiasu (it’s Chinese-Hokkien for ‘very competitive’ alias ga mau kalah) daripada gue dalam hal booking-booking.

Jadi inilah hal-hal yang gue lakukan dalam rentang waktu 6-9 bulan sebelum hari H (seperti biasa, yang mendahului timeline checklist gue merahin dan tetep gue list yang seharusnya di rentang waktu 6-9 bulan sebelum):

  • Premarital Check Up: RS Siloam Kebon Jeruk (https://siloamhospitals.com/our-hospitals/read/siloam-hospitals-kebon-jeruk.html) (Yang ini nanti akan gue buatin post khusus, berhubung premarital check up ini masih belum umum dilakukan oleh pasangan-pasangan di Indonesia. Intinya, premarital check up ini sebaiknya dilakukan paling lambat 6 bulan sebelum hari H.)
  • Foto Prewedding: Blitz On Photography (http://www.instagram.com/blitz_on) (Ini juga awalnya menurut gue ga perlu, tapi berhubung gue dan pasangan sama-sama ga doyan selfie, daripada foto kenang-kenangan berduanya cuma pas hari H, dijadiin aja deh prewed-nya. Oia demi menghemat budget, baju-bajunya kami pake yang ada aja (cuma beli sedikit aja) dan make up gue pun pake trial make up paketan MUA.)
  • Prewedding Venue: Studiology by Motoinc Studio (http://www.instagram.com/studiology_)
  • Kursus Persiapan Perkawinan/Membangun Rumah Tangga (MRT): Gereja Sathora (http://www.sathora.or.id) (Datang langsung ke sekretariat paroki untuk ambil formulir; setelah formulir diisi lengkap disertai fotokopi surat baptis untuk yang katolik, fotokopi KTP, 4 lembar pasfoto berdampingan 4×6, dan tanda tangan pastor paroki, barulah dipulangin ke sekretariat dan bayar 400ribu untuk biaya buku panduan dan konsumsi kursus.)
  • MC & Entertainment: udah paketan dari venue, considered done
  • Bestman, bridesmaid, usher, flower girl: kerahkan pasukan dari keluarga
  • Tempat dan jadwal pemberkatan: udah di 9-12 bulan sebelum
  • Siapin dokumen untuk gereja dan catatan sipil: consider it done (meski sebenernya sampe sekarang belum ke kelurahan)
  • Undangan: belum :O
  • Jahit Jas Pengantin Pria: Brillington & Brothers (http://www.brillingtonbrothers.com/ / https://www.instagram.com/be_brillington/) (Khusus yang ini, gue serahkan sepenuhnya ke si pasangan, termasuk urusan pilih-pilih kain, cuma gue kasitau aja warna yang cocok kira-kira apa.)
  • Booking Honeymoon: Dwidaya Tour (https://www.dwidayatour.co.id) (Setelah hampir ga jadi honeymoon karena kepentok masalah dana, thank God dibukain “jalan” jadi bisa berangkat juga.)
  • Sulam Alis: Browlogy by Sherly (http://www.instagram.com/browlogy) (Ini sebenernya ga perlu, tapi si capeng yang ini pengen gaya-gayaan dikit berhubung alisnya rada botak. Padahal sih juga bakal dilukis sama si MUA.)

[in Bahasa Indonesia] Episode 1.5.1 (Bonus): Pilih-pilih Catering untuk Wedding di Vida Ballroom

Seperti yang udah gue sebutkan di post Episode 1 dan 1.5, venue yang kami pilih akhirnya adalah The Vida Ballroom di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Berdasarkan blog bridezillas yang gue baca, sebagian gedung membolehkan kita bawa vendor sendiri, dan sebagian lagi ga boleh. Nah Vida Ballroom ini termasuk golongan yang kedua. Jadi begitu kita DP, ko Marcell (marketing-nya) langsung kasi list partner vendor yang harus dipake pas kita ngadain acara di situ dan ga boleh masukin vendor dari luar, kecuali tipe service si vendor tersebut belum ada di list partner. Gue ga akan bahas semuanya di sini, tapi vendor yang dikasih terdiri dari: catering, dekorasi, foto dan video hari H, WO, wedding car, wedding cake, dan jas pengantin (plus bridal kalo ngambil paket yang full).

Berhubung gue dan pasangan sama-sama doyan makan (menjelaskan kenapa badan kami bulat-bulat, uhuk..), jadi yang paling berat dan paling niat itu untuk catering. Kenapa? Karena tolok ukur keberhasilan sebuah acara wedding menurut kami adalah makanannya, berhasil memuaskan lidah para tamu ato nggak. 😀 Again, catering itu kembali ke selera masing-masing orang ya, jadi penilaian enak ato nggaknya sangat subjektif.. jadi gue list sesuai urutan di vendor partner list-nya Vida, semoga bisa membantu calon-calon pengantin yang juga masih bingung.

Adhika Catering (CP: Rohani – 087877493077)

Ini salah satu catering yang direkomendasikan sama WO kami, alasannya karena rasa yang konsisten, staf yang ga bandel, dan mereka termasuk catering di Thamrin Nine Ballroom (yang notabene terkenal susah banget buat masuk ke situ). Setelah coba di pameran wedding, menurut kami rasanya ga terlalu spesial. Makanan Indonesia-nya OK, tapi untuk Chinese food dan western-nya biasa banget. Enaknya karena marketing-nya super sigap, begitu dikontak langsung inisiatif email penawaran dan rajin update WA (untuk test food), dan enak banget diajak diskusi, mulai dari ngasitau pondokan mana aja yang di-outsource sampe udah kasih usul layout penataan meja buffet dan pondokan di venue padahal belum confirm mau pake mereka. Hehehe..

Alfabet Catering (CP: Felita – 081385713113)

Kata temen yang udah beberapa kali bantuin jadi panitia nikahan, catering ini enak, makanya gue tertarik untuk nyoba. Marketing-nya responsif.

Akasya

Akasya ini salah satu catering yang lagi tenar banget dan banyak dipake buat acara nikahan. Kami ga test food lagi karena kebetulan Akasya Express ada di gedung kantor gue, jadi soal rasa dan konsistensinya sih kami udah cukup yakin. Sempet ketemu di pameran wedding, tapi kesan yang didapat adalah orang marketing-nya jutek banget dan menurut beberapa orang juga untuk acara wedding, stafnya kurang sigap dan kurang sopan.

Awen Catering (CP: Mas Bambang – 085697811097)

Pas diundang test food sama Awen Catering ini udah ga expect banyak sih, dan ternyata emang rasanya standar banget menurut kami. Mas Bambang-nya sih asik banget buat diajak diskusi, tapi secara keseluruhan menurut gue service-nya kurang oke karena gue minta penawaran, sampe sekarang ga dikirim-kirim juga.

Bali Indah (CP: Ayu Kade – 087882574050)

Ini adalah vendor catering yang direkomendasikan baik oleh pihak Vida Ballroom maupun WO kami, alasannya selain semua yang sudah disebutkan untuk Adhika Catering, juga karena range pilihan makanannya yang lebih luas (Bali Indah ini enak baik masakan Indonesia maupun Chinese food-nya). Pas gue kontak pun, mereka yang responnya paling cepat, langsung kirim penawaran yang terkesan profesional (karena customized lengkap dengan data gue dan pasangan, venue, dan jumlah tamu), dan banyak kasih bonus. Akhirnya kami test food Bali Indah 2x, saking penasarannya. Yang pertama sih nyokap ga gitu doyan (mungkin karena pilihan makanannya juga), tapi yang kedua akhirnya dia bilang lumayan (thank God banget).

Chez Ingrid (CP: Tiara – 08561968874)

Again, ini salah satu vendor catering yang direkomendasikan oleh WO kami, dengan alasan yang sama. Pelayanannya pun cepat dan ramah, sayangnya pas test food, rasa makanannya standar banget untuk lidah kami.

Christ Iwan

Again, ini salah satu vendor catering yang direkomendasikan oleh WO kami, dengan alasan yang sama (OK this is the last one – WO kami cuma kasih nama 4 vendor). Sejujurnya, gue beberapa kali dateng ke nikahan temen yang kebetulan pake catering ini dan emang kurang suka, tapi pas pameran wedding kemarin tetap iseng mampirin ke booth-nya untuk nyicipin, dan tetep ga suka. Pelayanannya terkenal kurang oke, tapi pas pameran sih oke-oke aja rasanya.

Puspa Catering (CP: Chandra – 085711888853)

Yes, betul sekali.. Puspa Catering ini konon sudah berdiri selama lebih dari 20 tahun, dan pendirinya adalah Titiek Puspa. Direkomendasikan catering ini sama temen kantornya calon suami gue, dan pas cek ternyata dia masuk partner vendor-nya Vida, jadi gue kontak juga deh. Kebetulan banget, di weekend yang sama mereka ngadain test food di kantor pusatnya, Wisma Puspa, Jl. Pancoran Timur sana. Gue bilang test food-nya niat banget sih, karena bener-bener dibikin kaya ada acara wedding: ada meja buffet lengkap dengan pondokan-pondokannya. Overall makanannya enak-enak, tapi taste-nya Indonesia sekali. Favorit gue mie aceh dan pempek palembang-nya.

Umami

Berhubung list vendor catering yang belum dicobain cuma tinggal sedikit dan belum dapet juga catering yang bener-bener cocok, jadi coba hubungin juga Umami Catering ini (yang dicari di mana pun ga nemu-nemu review-nya, malah ke-direct ke Ajinomoto). Usut punya usut (dengan skill Googling gue yang mumpuni), ternyata Umami Catering ini grupnya Ersons Food yang kelola Holy Smokes dan Holy Crab. Dan guess what sodara-sodari.. pas gue call, mereka belum pernah jadi catering untuk acara wedding! Kata mba Fitri yang nerima telpon gue: kami baru rencana aja sih buat masuk ke Vida di 2018.. jadi gue ga bisa test food. But still, gue pantang menyerah dan minta dikirimin price list. (Yang sampai saat ini ga dikirimin juga padahal gue udah masukin alamat email.)

Viantini (CP: Evan – 081296918500)

Another catering yang baru gue denger namanya tapi review-nya lumayan oke, jadi gue coba hubungin deh. Sayangnya baru bisa test food 2 bulan setelah gue telpon, jadi fingers crossed deh selagi nunggu.

Yvonnes Catering

Karena gue liat Yvonnes ada di list vendor yang ikut pameran wedding, jadi gue ga specially hubungin mereka, dengan pedenya langsung dateng aja buat nyobain makanannya. Rasa makanannya sih sebenernya not bad, malah masih lebih enak daripada Chez Ingrid menurut gue, cuma ayamnya terlalu tebel lapisan tepungnya.

Dharma Kitchen

Dharma Kitchen ini nasibnya sama kaya Akasya – karena ada restonya jadi kami ga merasa perlu untuk hubungin, terutama juga karena makanannya vegetarian. Beberapa kali ke restonya sih makanannya enak, ga kerasa kaya makanan vegetarian. Rekomendasi gue (kalo menu ini ada juga di buffet catering): ayam goreng rawit dan daging BBQ kombinasi.

Heryadi’s Catering (CP: Nur – 087888370999)

Sejak awal persiapan wedding dan nyari-nyari catering, nyokap langsung recommend Heryadi’s ini karena dia pernah dateng ke nikahan anak temennya dan merasa makanannya enak-enak. Sayangnya, Heryadi’s ga masuk list vendor catering di Vida. 😦 Kebetulan pas dateng ke pameran wedding di JCC, mereka ikutan dan kami iseng nyicipin, dan ternyata emang beneran enak. Ngobrol sama Pak Nur-nya, ternyata katanya mereka dulu sebenernya pernah masuk ke Vida tapi sekarang udah nggak, dan dia niat banget bantuin karena beberapa hari setelahnya dia langsung kontak ko Marcell (Vida). Selagi nunggu mereka deal (karena ternyata gedung itu nge-charge ke vendor yang masuk ke sana), iseng test food lagi Bali Indah juga, kebetulan pas mau ada test food Heryadi’s minggu depannya (maksudnya biar pas test food, masih inget lah rasanya dan bisa bandingin). Pilihan jatuh ke Heryadi’s akhirnya, pas banget juga dia udah selesai deal sama Vida, jadi langsung di-DP deh. 🙂